MaHe Update

Penulis Ngehe

 
Rabu, 02 Juni 2021

Utusan Tim Upacara Bendera

Di antara siswa siswi yang berlari tergopoh-gopoh menuju gerbang SMA Harapan Bangsa, seorang siswa dengan santainya berjalan sambil mencoba untuk memasukan kemeja seragamnya ke dalam celana dengan malas-malasan. Sesekali ia mengucek matanya, karena ia merasa tidurnya kurang cukup.


“Galen, len, yang lain pada lari ke barisan yang telat. Kamu jalan malah kayak siput, kamu kira lagi ikutan jalan santai?” Pak Soerjono yang membawa penggaris besar panjang, menunjuk Galen dari kejauhan sambil mengintruksikan untuk mempercepat jalannya.


Galen yang menjadi objek pembicaraan Pak Soerjono malah tidak tergerak untuk mempercepat langkahnya sama sekali, ia malah berbelok ke arah kanan, yang mana bukan menuju lapangan namun menuju arah kantin.


Dengan sigap Pak Soerjono menghalangi langkah Galen dengan penggaris besarnya, “Mau lari kemana kamu? Lapangan upacara jalannya ke sana, bukan ke kantin.” Pak Soerjono menatap Galen dengan bengis karena bisa-bisanya Galen melangkah santai. Belum lagi ini bukan sekali dua kali ia bertemu Galen di hari Senin pagi. Setiap upacara, Galen selalu datang terlambat. Pak Soerjono tidak selalu hapal dengan wajah maupun nama anak yang terlambat di SMA Harapan Bangsa, namun saking seringnya, Galen menjadi pengecualian.


Galen yang awalnya tidak memasang ekspresi, langsung melakukan gerakan tiba-tiba dengan memegang perut dan mengaduh kesakitan, “Duh Pak, gak bisa ditahan ini Pak, perlu sekarang banget.”

Pak Soerjono mendelik dengan malasnya, “Minggu kemarin pura-pura pingsan, dua minggu sebelumnya ngaku kesurupan, tiga minggu yang lalu pura-pura habis operasi. Mau saya rekap semua alasan kamu sebelumnya, Galen? Udah cepat ke barisan terlambat.” Pak Soerjono menggertak Galen dengan memukul pelan bokongnya menggunakan penggaris panjang.


Dengan gerakan tersebut, Galen langsung masuk ke dalam barisan bersama dengan siswa-siswi lainnya yang terlambat. Pak Soerjono memperhatikannya dengan tidak habis pikir.


Segala hukuman yang Pak Soerjono berikan tidak pernah berpengaruh sedikit pun untuknya. Baik dari membersihkan toilet, lari keliling lapangan, membersihkan sampah, hingga menulis ‘saya berjanji tidak akan terlambat upacara’ sebanyak 10 lembar bulak-balik di buku tulis tidak berpengaruh apa-apa untuknya.


Sambil melihat Galen yang berdiri mengikuti upacara dengan memejamkan mata menahan kantuk, Pak Soerjono memegang kumisnya yang baplang sambil berpikir. Sebuah ide langsung muncul di otaknya, “Ide brilian! Kali ini pasti berhasil.” Sambil terkikik ia kembali bekerja—menertibkan para murid yang terlambat mengikuti kegiatan upacara.


***


Matahari sedang terik-teriknya ketika upacara bendera selesai dilaksanakan. Siswa siswi yang sudah mengikuti kegiatan dengan baik, diperbolehkan untuk masuk terlebih dahulu ke dalam kelas masing-masing. Berbeda dengan barisan terlambat, mereka harus dijemur terlebih dahulu di lapangan sambil mendengarkan petuah dari para guru dan juga informasi tambahan jika diperlukan.


Pak Soerjono melangkahkan kakinya naik ke atas podium dengan wajah sumringan, “Selamat pagi anak-anak!”

“Pagiii pak…”, seruan serempak dan tidak bersemangat terdengar dari seluruh penjuru lapangan.


Pak Soerjono yang tidak puas dengan jawaban anak-anak berusaha untuk menyerukan sapaannya sekali lagi, “Kurang bersemangat, ayo sekali lagi, SELAMAT PAGIIII PARA PENERUS BANGSAA!”


Baru kali ini seruan serempak dengan lantang terdengar dari barisan, “SELAMAT PAGI PAKKK!”


Tidak lupa dengan keluhan para murid yang terdengar samar, “Pak panas pak,”


“Pak, saya masih ada PR pak,”


Sambil membetulkan posisi microphone sambil berdeham, senyuman Pak Soerjono tidak hilang sedari tadi, “Saya punya kabar gembira untuk kalian semua—terutama bagi yang sering datang terlambat untuk upacara hari Senin.” Ucapan guru Bimbingan Konseling tersebut cukup menarik perhatian para murid. Suara mengobrol perlahan mulai tersamarkan. Beberapa pasang mata di barisan mulai memfokuskan perhatiannya kepada Pak Soerjono.


Ketika dirasa sudah mulai didengarkan, Pak Soerjono mulai melanjutkan ucapannya, “Saya berikan tugas negara paling mulia bagi murid-murid pilihan yang namanya saya sebut. Tolong maju jika saya menyebutkan nama kalian ya, Galen Raihan kelas 11 IPS 3, Jessica Zefa 10 IPA 5…”


Belum mendengar seluruh nama, lengan Galen langsung ditarik oleh Wali Kelasnya, Bu Euis, “Selamat Galen, minggu depan kamu jadi Pemimpin Upacara ya…”


Galen hanya bisa menganga tak percaya, dengan matanya yang berubah membulat, “HAH??” Tumitnya lemas bukan main ketika berjalan berdampingan dengan Bu Euis untuk berdiri di tengah lapangan. Dilihatnya senyum kemenangan di wajah Pak Soerjono yang melihatnya dengan girang. Galen hanya bisa meringis dan pasrah di dalam hati.


Mengapa harus gue, ya Tuhan

Ringisnya di dalam hati.


Keesokan harinya, setiap pulang sekolah, Galen perlu mengikuti latihan intensif menjadi tim pengibar bendera yang dilatih oleh tim ekstrakurikuler Paskibraka SMA Harapan Bangsa. Entah mengapa yang biasanya ia memberikan banyak alasan untuk tidak mengikuti upacara, di latihan kali ini ia tidak berusaha kabur sama sekali.


Pak Soerjono yang memiliki ide untuk menjadikan Galen sebagai pemimpin upacara, bahkan tidak absen memperhatikannya untuk latihan setiap pulang sekolah. Awalnya Pak Soerjono selalu menunggu untuk berjaga-jaga jika Galen kabur, nyatanya Galen tidak berusaha kabur sama sekali.


Hari ini adalah hari terakhir Galen mengikuti latihan upacara sebelum hari Senin ia bertugas. Di sela istirahat acara latihan tersebut, Pak Soerjono menghampirinya untuk memberikan es teh manis.


“Bagaimana Len? Enak bukan bisa datang terlambat saat upacara?” Pak Soerjono memberikan segelas es teh manis tersebut kepada Galen yang sedang berusaha mengatur napas karena kepanasan dijemur di tengah terik matahari.


Setelah menerima dan mengucapkan terima kasih, Galen langsung meneguk es teh tersebut hingga tak bersisa, “Enak banget Pak, gak perlu persiapan dan panas-panasan begini.” Ia menyeka peluh yang ada di dahinya.


Pak Soerjono tergelak, “Kamu pasti malas mendengarkan petuah saya, tapi kamu pasti sadar kalau perjuangan bangsa Indonesia untuk mengibarkan bendera merah putih tidak sebecanda itu. Sudah bukan panas-panasan lagi yang dihadapi. Melampaui ketidaktakutan jika diserang oleh penjajah. Berapa tahun kita dijajah dan bersusah payah sampai akhirnya bisa mengibarkan bendera? 3,5 abad perjuangannya Len.”


Galen mengangguk sambil menerawang jauh melihat tim pengibar yang masih melanjutkan latihannya.


“Kakek saya salah satu pejuang kemerdekaan, Len. Kakek saya gugur di medan perang untuk menyuarakan hak rakyat. Saya gemas sendiri kalau melihat anak zaman sekarang tidak menghargai jasa para pahlawan. Setidaknya menghormati, menjaga, dan melaksanakn apa yang telah sulit diraih namun sulitnya bukan main,” Pak Soerjono melanjutkan.


Terpancar raut kesedihan mendalam di wajah Pak Soerjono. Galen baru kali ini merasa tidak enak, batinnya tertampar. Rasa malasnya sangat tidak berdasar dan ia bahkan tidak memiliki pikiran ke arah sana sama sekali. Memikirkan keluarga para pejuang yang gugur di medan perang. Kali ini melihat dari perspektif lain membuat pikirannya mulai terbuka.


Galen mengangguk, “Saya akan berusaha lebih baik lagi, Pak!” Setelah mengucapkan itu Galen kembali ke dalam lapangan untuk ikut kembali berlatih.


***


Jam sudah menunjukan pukul 06.10 WIB. Lima menit lagi upacara bendera hari Senin akan dimulai. Pak Soerjono berulang kali melihat jam yang melingkar di lengannya, Galen belum juga datang. Tim yang lain sudah bersiap di posisinya masing-masing.


“Tidak mungkin ia datang terlambat, awas saja berani terlambat.” Pak Soerjono berharap cemas sambil melirik ke arah gerbang.


Bu Euis sebagai wali kelas Galen, berjalan mendekat ke arah Pak Soerjono, “Bagaimana ini pak? Kalau memang tidak datang, kita ganti dengan tim Paskibraka saja.”


Baru saja Pak Soerjono akan menjawab, suara deruan kaki tergopoh-gopoh terdengar dari arah gerbang. Galen datang sambil berlari-lari dan langsung menitipkan tasnya kepada Pak Soerjono.


“Pak maaf, saya titip tas ya Pak. Doakan saya!” Setelah mengucapkan itu ia melesat pergi untuk menggunakan perlengkapan untuk pemimpin upacara.


Detik-detik mulai menegangkan ketika Pembawa Upacara mulai membacakan isi dari susunan acara upacara Senin. Pak Soerjono kali ini menjadi Pembina Upacara, lengkap dengan Galen yang kini menjadi Pemimpin Upacara. Sesudah semua susunan barisan tiap kelas rapi, mulailah Galen melancarkan tugasnya. Ia masuk ke dalam lapangan upacara dengan badan tegapnya. Pak Soerjono hampir menahan napas setiap melihat pergerakan Galen.


Mulailah di saat Galen harus melaporkan mengenai kesiapan upacara kepada Pak Soerjono, “Lapor, upacara bendera siap untuk dimulai, laporan selesai.”


Pak Soerjono mengangguk bangga, “Lanjutkan,”


“Lanjutkan.”


Tim pengibar bendera yang terdiri dari tiga orang dan juga murid yang sebelumnya sering terlambat mulai bergerak menuju tiang bendera. Mereka mulai menyematkan dan mengikatkan tali bendera. Petugas yang berada di sebelah kanan pun melaporkan kepada Pemimpin Upacara bahwa bendera mereka sudah siap untuk dikibarkan.


“Bendera siap,”


Dengan suara lantang, Galen melanjutkan, “Kepada sang merah putih, hormat gerak!”


Pemimpin lagu pun mulai menyanyikan lagu Indonesia Raya. Upacara berjalan dengan lancar, hingga tiba-tiba cincin kait bagian atas yang sudah dikaitkan ke ujung bendera terlepas. Sontak suara kaget dan kebingungan mulai terdengar. Atmosfer panik memenuhi lapangan.


Terlihat wajah panik menghinggapi wajah Galen, namun dengan sigap ia langsung spontan berlari dan memanjat tiang bendera yang sudah terkibar setengah jalan tersebut untuk mulai mengaitkannya kembali. Suasana menjadi tegang namun nyanyian Indonesia Raya masih terdengar bahkan semakin kencang memenuhi euphoria lapangan SMA Harapan Bangsa. Galen terlihat kesulitan untuk memanjat dan mengaitkannya, namun setelah berusaha fokus, akhirnya bendera berhasil kembali terkait.


Pak Soerjono merasa was-was namun masih terdiam tidak percaya bahwa Galen akan melakukan aksi tersebut. Di dalam hati ia bangga luar biasa. Ia pikir kejadian seperti ini hanya akan ada di berita, namun salah satu siswanya yang sering terlambat tanpa diduga dan disangka melakukan hal yang sama.


Setelah bendera berhasil dikibarkan, Galen kembali ke tempat dan upacara kembali berjalan lancar. Pak Soerjono mengisi amanat upacara dengan tema kemerdekaan dan menjaga kesatuan bangsa. Di akhir kalimat ia tidak lupa untuk membahas aksi heroik yang dilakukan Galen barusan.


Pak Soerjono tersenyum, “Saya awalnya menyuruh nak Galen untuk menjadi pemimpin upacara karena ia sering sekali terlambat. Namun aksi heroik yang ia lakukan tadi patut diacungi jempol, hebat kamu, nak. Saya bangga dan tidak salah memilih kamu untuk menjadi pemimpin upacara hari ini,”


Suara tepukan tangan meriah terdengar seantero lapangan. Wajah Galen yang merah di bawah terik matahari semakin terlihat seperti tomat matang. Ia tersenyum tak menyangka bahwa akan disanjung oleh satu sekolah. Setelah amanat upacara selesai, upacara dilanjutkan dengan khitmad.

Setelah upacara selesai, Galen langsung menghampiri Pak Soerjono yang berada di pinggir lapangan.


“Pak Soerjono, terima kasih banyak ya Pak!” Galen tersenyum sumringah.


Senyuman Galen dibalas dengan tepukan hangat dari Pak Soerjono, “Saya yang mau berterima kasih, kamu benar-benar sudah berusaha yang terbaik. Saya bangga.”


Galen membalasnya dengan anggukan antusias, “Bukan itu Pak, terima kasih sudah menyadarkan saya akan banyak hal. Salah satunya adalah keinginan saya untuk ikut menjadi Tim Paskibraka.”


Mendengar ucapan itu Pak Soerjono hampir menitihkan air mata. Namun ia urungkan karena merasa wibawanya akan turun jika Galen melihatnya.


“Saya dukung 1000%!”


Pak Soerjono tidak menyangka apa yang ia lakukan akan mengubah Galen ke arah yang lebih baik membuahkan hasil yang sangat nyata. Percakapan itu pun terus berlangsung hingga jam pelajaran akan dimulai. Pak Soerjono dan Galen mendapatkan pelajaran baru hari ini dari upacara pengibaran bendera.


Padahal Kakek yang saya maksud gugur di medan perang itu Kakek-nya tetangga, tetapi tidak apalah berbohong demi kebaikan.


Batin Pak Soerjono melihat langkah Galen dari kejauhan sambil menggeleng merasa tergelitik.


TAMAT


By, Maysaroh Thoirun Nisa


Chat MinHe