MaHe Update

Penulis Ngehe

 
Senin, 07 Juni 2021

Kibaran Bendera Terakhir di Muka Bumi

Pagi menuju siang, matahari menjulang hampir sepenggalah, orang-orang berbaris di tengah lapangan seperti bebek yang digerakkan oleh induknya; membaur dan teratur. Bayang-bayang mereka di kejauhan tampak muram seperti cuaca Mei yang ditingkahi angin. Di luar, robot-robot bergerak secara mekanis dan tak acuh pada segala penghormatan.


Rick meniup-niup pengeras suara, untuk memastikan bahwa alat yang ia genggam berfungsi dengan baik. “Anak-anak, ini adalah upacara terakhir yang akan kita saksikan,” ujar lelaki bertubuh Tambun itu. “Spesies kita hampir punah, dan saya berharap kalian melaksanakan peristiwa ini dengan khidmat. Sebagai penghormatan pada para moyang.”


Tiga orang laki-laki maju ke arah tiang pancang, salah satu di antara mereka menggenggam baki tempat bersemayam secarik bendera. Gerakan mereka benar-benar teratur, meski upacara—setelah bertahun-tahun lamanya—selalu diadakan dengan alakadar, tak patuh pada protokoler, dan tak ada nyanyian seremonial seperti dahulu kala. Benar-benar seadanya.


Ketika bendera digerek hampir sampai setengah tiang, aku menyaksikan asap membumbung di angkasa, juga suara ledakan yang memekakkan telinga. Semua orang di tempat ini tampak tak acuh, mereka tampak terbiasa dengan huru-hara.


“Kau dengar suara ledakan itu, Pat?” Rio, yang berdiri di baris belakangku, melempar pertanyaan sembari menepuk bahuku.


“Jelas. Suaranya begitu nyaring, bahkan bisa membangunkan beruang dari hibernasi.”


“Sepertinya robot-robot itu telah mendesak masuk. Kita akan bertemu ajal hari ini, Pat. Ya, hari ini!”


“Robot-robot itu, Rio, digerakkan oleh sensor motorik sedemikian rupa. Ia akan membantai secara brutal targetnya, tanpa ampun. Itu yang mereka lakukan, selama bertahun-tahun, hingga populasi manusia kian menyusut, dan kita harus mengungsi di tempat kumuh ini.”


“Aku tahu itu. Maksudku, semua orang tahu,” Rio menjawab, gumam suaranya terdengar seperti gigil seekor kucing yang terjebak di tengah hujan.


“Waktu kita telah tiba, Rio. Tak ada yang bisa kita lakukan lagi, selain berpasrah diri.”


Tiga orang pengiring bendera telah selesai mengampu tugasnya. Rick, si pria tambun yang selama bertahun-tahun kami anggap sebagai pemimpin kelompok, kembali mendekatkan tubuh ke pengeras suara.


“Hormat kepada bendera, dan silakan berdoa untuk keselamatan kita!” Rick menyeru, bulir keringat menghiasi dahinya yang kemerahan disengat cahaya matahari.


Semua manusia yang hadir di tengah lapangan itu bertingkah sesuai perintah. Kami menjulurkan tangan kanan ke dahi, menghadapkan muka ke arah bendera. Debu-debu, dicampur suara bising senjata, membuat kami takut secara bersamaan. Tapi, aku yakin sebagian dari kami sudah tak memiliki segumpal harapan, dan kami sedang menunggu buaian takdir belaka.


“Teman-teman, kita tak cukup mampu untuk menahan serangan robot-robot itu. Dan, sebagaimana telah sering kita diskusikan di hari-hari kita yang penuh haru ini, segalanya berkat kesalahan manusia, dan kita mesti menanggung akibatnya. Nyawa-nyawa telah lenyap, dan tak ada yang bisa diminta pertanggungjawaban,” Rick tampak putus asa.


Aku mengenang hari-hari ketika penemuan demi penemuan mengubah hidup kami. Teknologi meluncur seperti angin topan yang tak bisa dihentikan, membuat kami mesti hidup berdampingan dengan robot.


Tak ada yang salah dengan kehadiran mereka, setidaknya sampai robot sialan dengan seri CVX-3020 itu diciptakan. Di sinilah malapetaka itu dimulai.


Robot ini memiliki nomor sesuai dengan tahun penciptaananya; 3020. Si robot degil ini, kata produsennya, diciptakan untuk kebutuhan militer belaka. Agar kelak tak asa perang, dan keamanan semakin terjaga.


Maka rekayasa genetika dilakukan. Dikumpulkan aneka kemampuan dari pelbagai macam spesies makhluk hidup. Larinya sekencang citah, kulit tubuhnya sebebal badak bercula satu, ia bisa terbang karena beroleh gen burung elang, kemampuan berpikirnya jauh melampaui manusia, dan lain sebagainya. Sains membuat hal-hal semacam ini mungkin, dan kami tak pernah berpikir di sinilah ujung riwayat manusia.


CVX-3020 tak terkendali, dan karena di dalam tubuhnya tersimpan pula gen rayap petelur, maka ia berkembang biak dengan begitu cepat. Dan, sifat buas dalam dirinya yang menandakan bahwa dalam mesinnya tersimpan keganasan seorang predator, membuatnya berburu darah manusia. Singkatnya, dalam hitungan beberapa tahun, populasi manusia menyusut dan hampir punah.


Kami bersembunyi di tempat ini, di ruang eksperimen penciptaan robot ruang angkasa untuk ekspedisi ke planet Lagnadord. Ada tembok tebal yang menyekat keberadaan kami dengan robot. Kami merasa aman untuk beberapa waktu, sampai kemudian tadi malam radar pemindai berhasil mendeteksi kedatangan rombongan besi itu.


“Barangkali kiamat semacam inilah yang telah diriwayatkan oleh nenek-moyang kita. Bukan hancurnya semesta, bukan oleh ulah bumi, tapi oleh petingkah kita sendiri,” Rick meneteskan air mata, orang-orang menangis meraung-raung dan seketika menyadarkan lamunanku.


Satu robot terbang melintas ke arah kami, ia bergerak cepat seperti burung pemangsa yang tengah mengintai. Bentuknya betul-betul aneh, seperti alien yang kusaksikan dalam serial komik. Kepalanya yang disertai moncong itu berkedip, memberi signal kepada kawanannya. Dalam waktu sepersekian detik, mereka datang menyerbu kami dari segara penjuru mata angin.


Orang-orang berpasrah diri. Ada kesunyian beberapa saat, lalu tembakan merobohkan tubuh masing-masing.


“Apa penyesalan terbesar dalam hidupmu?” Rio, yang berdiri satu baris di belakangku berbisik, seperti mengucapkan kalimat perpisahannya.


“Fakta bahwa robot-robot itu tak diciptakan beserta hati nurani, beserta intuisi, bukan semata tenaga dan kemampuan membunuh. Dan kau, apa penyesalan terbesar dalam hidupmu, Rio?”


Tak ada suara terdengar. Tiba-tiba penglihatanku semakin samar, juga pendengaranku yang tak lagi berfungsi. Aku mendongakkan kepala; hanya ada robot-robot yang memamah tubuh manusia, dan bendera yang kuyu ditiup angin siang hari. Seketika, segalanya menjadi kosong, senyap.


By, Kamsi


Chat MinHe